Jon/Asp
Proses mendesain obat baru dan mengedarkannya ke masyarakat merupakan
proses panjang dan kompleks yang dapat memakan waktu bertahun-tahun (5-7
tahun) dan biaya tidak sedikit (50-100 juta dolar AS). Hal ini menjadi
tantangan bagi peneliti untuk menghasilkan strategi dan upaya efektif
dan ekonomis untuk penemuan obat baru. Salah satu strategi yang banyak
dikembangkan untuk desain molekul obat baru adalah pemanfaatan metode
kimia komputasi (computational chemistry).
Strategi penemuan obat dengan metode komputasi ini diungkapkan Prof Dr
Harno Dwi Pranowo MSi dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM di Balai
Senat, Selasa (10/2). Dalam pidato di hadapan majelis guru besar UGM,
tampak pula sejumlah diplomat Austria serta pengajar FMIPA dan rekan.
"Dengan metode ini, selain waktu bisa dipersingkat, juga biaya bisa
ditekan," ujar-nya.
Menurut Prof Harno, metode in vitro dan in vivo lazim digunakan dalam
proses penemuan obat. Komputer menawarkan metode in silico, -suatu
metode yang menggunakan kemampuan komputer dalam rancang obat- sebagai
komplemen dari in vitro dan in vivo. Kemampuan komputasi yang meningkat
secara eksponensial merupakan peluang mengembangkan simulasi dan
kalkulasi dalam merancang obat baru.
Diungkapkan, desain obat merupakan proses iterasi dimulai dengan
penentuan senyawa yang menunjukkan sifat biologi penting dan diakhiri
dengan langkah optimasi, baik dari profil aktivitas maupun sintesis
senyawa kimia. Tanpa pengetahuan lengkap tentang proses biokimia yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas biologis, hipotesis desain obat
pada umumnya didasarkan pada pengujian kemiripan struktural dan
pembedaan antara molekul aktif dan tak aktif. Kombinasi antara strategi
mensintesis dan uji aktivitasnya menjadi sangat rumit dan memerlukan
waktu yang lama untuk sampai pada pemanfaatan obat. Dengan kemajuan di
bidang kimia komputasi, peneliti dapat menggunakan komputer untuk
mengoptimasi aktivitas, geometri dan reaktivitas, sebelum senyawa
disintesis secara eksperimental. Hal ini dapat menghindarkan langkah
sintesis suatu senyawa yang membutuhkan waktu dan biaya mahal, tetapi
senyawa baru tersebut tidak memiliki aktivitas seperti yang diharapkan.
Keberadaan komputer yang dilengkapi dengan aplikasi kimia komputasi,
memungkinkan ahli kimia komputasi medisinal menggambarkan senyawa obat
secara tiga dimensi (3D) dan melakukan komparasi atas dasar kemiripan
dan energi dengan senyawa lain yang sudah diketahui memiliki aktivitas
tinggi (pharmacophore query). Berbagai senyawa turunan dan analog dapat
‘disintesis’ secara in silico atau yang sering disebut senyawa
hipotetik. Aplikasi komputer melakukan kajian interaksi antara senyawa
hipotetik dengan reseptor yang diketahui data struktur 3D secara in
silico.
Sumber : Kedaulatan Rakyat (11 Februari 2009)
asiiikkkk
BalasHapustesting komentar
BalasHapus