Rabu, 14 Desember 2011

HARNO DWI PRANOWO JADI GURU BESAR : Kimia Komputasi, Persingkat Penemuan Obat


Jon/Asp
 
Proses mendesain obat baru dan mengedarkannya ke masyarakat merupakan proses panjang dan kompleks yang dapat memakan waktu bertahun-tahun (5-7 tahun) dan biaya tidak sedikit (50-100 juta dolar AS). Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti untuk menghasilkan strategi dan upaya efektif dan ekonomis untuk penemuan obat baru. Salah satu strategi yang banyak dikembangkan untuk desain molekul obat baru adalah pemanfaatan metode kimia komputasi (computational chemistry).
Strategi penemuan obat dengan metode komputasi ini diungkapkan Prof Dr Harno Dwi Pranowo MSi dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM di Balai Senat, Selasa (10/2). Dalam pidato di hadapan majelis guru besar UGM, tampak pula sejumlah diplomat Austria serta pengajar FMIPA dan rekan. "Dengan metode ini, selain waktu bisa dipersingkat, juga biaya bisa ditekan," ujar-nya.
Menurut Prof Harno, metode in vitro dan in vivo lazim digunakan dalam proses penemuan obat. Komputer menawarkan metode in silico, -suatu metode yang menggunakan kemampuan komputer dalam rancang obat- sebagai komplemen dari in vitro dan in vivo. Kemampuan komputasi yang meningkat secara eksponensial merupakan peluang mengembangkan simulasi dan kalkulasi dalam merancang obat baru.
Diungkapkan, desain obat merupakan proses iterasi dimulai dengan penentuan senyawa yang menunjukkan sifat biologi penting dan diakhiri dengan langkah optimasi, baik dari profil aktivitas maupun sintesis senyawa kimia. Tanpa pengetahuan lengkap tentang proses biokimia yang bertanggung jawab terhadap aktivitas biologis, hipotesis desain obat pada umumnya didasarkan pada pengujian kemiripan struktural dan pembedaan antara molekul aktif dan tak aktif. Kombinasi antara strategi mensintesis dan uji aktivitasnya menjadi sangat rumit dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai pada pemanfaatan obat. Dengan kemajuan di bidang kimia komputasi, peneliti dapat menggunakan komputer untuk mengoptimasi aktivitas, geometri dan reaktivitas, sebelum senyawa disintesis secara eksperimental. Hal ini dapat menghindarkan langkah sintesis suatu senyawa yang membutuhkan waktu dan biaya mahal, tetapi senyawa baru tersebut tidak memiliki aktivitas seperti yang diharapkan.
Keberadaan komputer yang dilengkapi dengan aplikasi kimia komputasi, memungkinkan ahli kimia komputasi medisinal menggambarkan senyawa obat secara tiga dimensi (3D) dan melakukan komparasi atas dasar kemiripan dan energi dengan senyawa lain yang sudah diketahui memiliki aktivitas tinggi (pharmacophore query). Berbagai senyawa turunan dan analog dapat ‘disintesis’ secara in silico atau yang sering disebut senyawa hipotetik. Aplikasi komputer melakukan kajian interaksi antara senyawa hipotetik dengan reseptor yang diketahui data struktur 3D secara in silico.
Sumber : Kedaulatan Rakyat (11 Februari 2009)

2 komentar: